Alhamdulillah, ketika memulai tulisan ini saya sudah selesai melewati perjalanan panjang mudik lebaran 2018 dari Bandung ke Madiun. Jadi sekarang saya, duo safari, dan ayah safari sudah bisa bersantai dirumah Uti dan Akung di Madiun...horeeeeπππ
Pada bulan April, para pekerja dihebohkan dengan keputusan 3 Menteri mengenai penambahan cuti bersama mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditetapkan 18 April 2018. Dengan tambahan itu, maka libur menyambut Hari Raya Idul Fitri dimulai pada 11 Juni hingga 20 Juni 2018.
Namun ternyata mendekati Bulan Ramadhan ada revisi terkait keputusan 3 Menteri tersebut. SKB 3 Menteri hanya berlaku bagi PNS saja. Jadi keputusan memperpanjang cuti bersama dari yang awalnya empat hari menjadi tujuh hari kerja hanya diperuntukkan bagi PNS, sedangkan bagi pegawai swasta mengikuti kebijakan kantor masing-masing. So, penambahan cuti tersebut tentunya tidak berlaku bagi Pak Suami karena beliau bukanlah PNS.
Kantor Pak Suami pun memberlakukan cuti bersama libur lebaran dimulai pada 13 Juni hingga 20 Juni 2018. Mengingat tahun ini kami sekeluarga jadwalnya mudik ke Madiun, dan dengan jadwal cuti bersama yang singkat tersebut sepertinya malah waktu yang ada akan habis dipakai untuk perjalanan panjang pulang pergi saja, maka saya dan Pak Suami pun sepakat agar menambah cuti libur lebarannya dengan mengambil dari jatah cuti tahunan.
Sedangkan saya, ya karena saya cuma berstatus mahasiswi magister sekaligus dosen luar biasa, jadi waktu saya lebih fleksibel daripada Pak Suami. Saya tidak harus repot-repot menghitung dan mengajukan cuti, secara memang sejak awal Juni sudah tidak ada jadwal perkuliahan, sehingga dosen luar biasa pun sudah bisa libur. Lain halnya dengan dosen tetap yaπ.
Meskipun begitu, justru karena mudik lebih awal, saya tetap harus menyelesaikan tanggung jawab saya baik sebagai mahasiswi magister dan dosen. Sehari sebelum mudik, saya malah masih ada jadwal bimbingan tesis, bahkan beberapa jam sebelum berangkat mudik pun masih harus setor berkas nilai UAS...π.
Akhirnya hari Kamis, 7 Juni 2018, kami sekeluarga pun bisa melangsungkan perjalanan panjang mudik lebaran dari Kota Bandung menuju Kota Madiun. Mudik tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Mudik tahun ini kami menggunakan mobil pribadi. Kemudian, berhubung sudah beberapa bulan ini Uti dan Akung Madiun tinggal sementara di rumah yang di Bandung, maka mudik kali ini tidak hanya terdiri dari empat personil keluarga safari saja tetapi bertambah dua personil lagi.
Tepat jam 15.00 wib, kami berangkat dari Kota Bandung. Melalui tol buah batu masuk ke tol cileunyi agar kami bisa menggunakan jalur selatan Jawa. Sebelum berangkat tak lupa melakukan sholat jamak dhuhur-ashar dulu mengingat status kami sebagai orang yang safar.
Dengan demikian total ada 4 penumpang dewasa dan 2 penumpang balita berada dalam mobil yang dikenal khalayak umum berjulukan sebagai mobil "sejuta umat"...π.
Hmm...disini sedikit perlu digaris-bawahi bahwa penumpang balita ini terdiri dari si Teteh yang baru genap 4 tahun dan si Thole yang baru 1 tahun 5 bulan usianya. Pasti sepintas sudah bisa diprediksi betapa rempong bin rusuhnya kan ya bawa-bawa krucil yang masih kecil dan ada yang masih menyusui pula dalam perjalanan panjang sekitar 20 jam....π.
Yaa...bisa dibayangkan seperti apa kiranya kan ya komposisi
para penumpang didalam mobilπ. Kursi driver diisi oleh Akung (ternyata meskipun
usia beliau nyaris kepala 7, masih kuat bawa mobil jarak jauh, hadeuuuh). Kursi
samping driver tempatnya Pak Suami, itung-itung sekalian belajar jadi asisten
drivernya Akung yang hobi tancap gas.
Akung dan Pak Suami ini punya kepribadian yang bertolak
belakang terkait cara mengendarai mobil. Pak Suami ini tipe pengemudi halus,
berhati-hati, dan tertib, lain halnya dengan Akung yang suka bawa mobilnya
ngebut seperti pembalap dan suka rem dadakan. Alhasil setiap Pak Suami duduk
jadi asisten pengemudinya Akung, seringkali berkomentar yang bagaikan uji
nyali-lah, yang sport jantung-lah,
bahkan sering bilang kalau sensasi ber-roller
coaster saja kalah...πππ
Lanjut dibarisan kedua, ada saya dan duo safari yang
menguasai. Di barisan kedua ini lebih dari setengah kursinya dibuatkan ala kasur-kasuran,
tidak beli kasur mobil yang banyak dijual dipasaran, melainkan cukup diakali
dengan beberapa tumpuk bedcover,
selimut, dan bantal saja (#emakemakirit). Then,
voila!, jadi deh spot kecil
tempat duo safari bisa tidur. Terakhir, dibarisan belakang, ada Uti yang
menguasai beserta barang perbekalan makanan dan minuman untuk diperjalanan.
Nah, ini dia gambar spot
kecil tempat duo safari tidur. Alhamdulillaaaah sekali, tumben, kali ini dua
balita ini "mau", tidak rewel diminta tidur berdampingan dalam kondisi
bersempit-sempitan dan bahkan dalam kondisi perjalanan panjang pula. Padahal
kalau tidur di kasur rumah, kasur ukuran queen
size saja habis dijelajah mereka berdua setiap tidur. Yang balik sanalah,
yang balik sinilah, yang tengkuraplah, yang guling-gulinglah, wis pokoke akeh polahe, rek!
Ups, 20 jam? Bandung-Madiun kok bisa sampai 20 jam? Pan katanya mudiknya curi start lebih awal?....π²π²π² (pasti banyak yang bertanya-tanya seperti ini).
Fyi, normalnya
waktu tempuh perjalanan Bandung-Madiun dengan kendaraan darat kurang lebih
12-14 jam.
Yup, seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa mudik tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, salah satu alasannya ya karena Uti dan Akung menghendaki untuk mampir ke Kabupaten Pangandaran, tepatnya di Parigi, tempat adik perempuan Akung tinggal. Jadi kami mampir dulu ke sana untuk bersilaturahim...π.
Kalau melihat peta rute mudik lebaran jalur selatan,
harusnya setelah Ciamis tidak belok ke Pangandaran. Tetapi berhubung ada agenda
silaturahim ke Parigi, ya mau tidak mau kami harus belok ke Pangandaran agar
bisa sampai ke Parigi. Perjalanan dari Ciamis ke Pangandaran saja sudah memakan
waktu. Begitu pula dengan perjalanan dari Pangandaran menuju Parigi. Dan
sebaliknya.
Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 22.00 wib ketika kami
tiba di depan rumah Bulik Parigi. Alhamdulillah karena sebelumnya kami sudah
menelepon anak sulungnya Bulik tuk menyampaikan kabar akan kedatangan kami yang
dadakan ke rumah beliau, Bulik dan Paklik sekeluarga rela bangun sampai malam
untuk menyambut kedatangan kami.
Oh iya, seperti yang dapat dilihat difoto, inilah kondisi krucil
sewaktu tiba di Parigi. Si Thole dah pindah minta bobo-nya dipangku Ayahnya.
Lumayan tuh, cangkeul, si Ayah mangku bayi dengan berat 10 kg selama beberapa
jam...hehe. Pak Suami cuma bisa pasrah ngeladeni maunya anak-anaknya. I Love
you so much, Hubby...ππ
Kami sekeluarga ternyata tidak bisa berlama-lama singgah di
rumah Bulik Parigi. Di sana kami hanya sempat bertukar kabar sebentar dan
menumpang menggunakan kamar kecil untuk menyeka badan duo safari dari keringat.
Istirahat setengah jam di sana, eh, duo safari satu per satu mulai rewel
ngantuk. Akhirnya malah si Teteh yang rewel minta pulang duluan. Adeknya lihat
Tetehnya begitu, eh kok ya ikut-ikutan rewel juga...πͺ
Baiklah, Akung pun mengiyakan maunya cucu-cucunya. Kami pun
berpamitan dan melanjutkan perjalanan kembali. Beberapa jam sebelum waktu
sahur, ternyata kami sempat salah jalan mencari arah ke Jogja. Untungnya
penduduk sekitar sudah banyak yang beraktivitas, jadi kami pun bisa menanyakan
arah yang benar menuju Jogja.
Selewat waktu shubuh, kami sudah memasuki Klaten. Jumat Pagi,
alhamdulillah kami sudah bisa berkendara keliling di Kota Solo. Duo Safari pun
bisa puas melihat-lihat Kota Solo soalnya pas banget pada melek setelah
sarapan. Akung pun lanjut ke Madiun dengan memilih lewat jalur naik ke
Karanganyar, Tawangmangu, lalu tembus ke Sarangan, Magetan daripada lewat tol
Solo-Ngawi. Alhamdulillah, Hari Jumat, tanggal 8 Juni 2018, tepat pukul 11.00,
kami memasuki Kota Madiun.
Bagi yang akan dan sedang mudik ke kampung halaman, semoga
selamat sampai tujuan ya. Jangan lupa untuk senantiasa meluruskan niat mudik Lillahi Ta’ala untuk berbakti kepada orangtua, menyambung silaturahim, dan
berdakwah kepada keluarga sehingga mudik bisa bernilai ibadah di sisi Allah
SWT. Aamiiin.
Komentar
Posting Komentar