(image source : http://www.simonandschuster.com/books/Hello-from-2030/Jan-Paul-Schutten/9781582704746, diakses tanggal 28 Mei 2018)
Kali ini saya ingin mengajak pembaca untuk berandai-andai sejenak untuk membayangkan yang mungkin akan terjadi di tahun 2030. Membaca perkembangan yang akan terjadi pada tahun 2030 tentunya tidak terlepas dari fenomena isu ekonomi dunia.
Menurut prediksi dari CNCB Indonesia (2018), pada 2030, Indonesia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke lima di dunia. Kekuatan ekonomi terbesar pada tahun tersebut akan dikuasai oleh Negara China. Amerika diprediksi jadi nomor dua di dunia. Sedangkan India menempati urutan ke tiga di dunia.
(image source : https://www.cnbcindonesia.com/market/20180226114350-20-5434/20-negara-dengan-kekuatan-ekonomi-terbesar-dunia-pada-2030, diakses tanggal 28 Mei 2018)
Prediksi tentang
perkembangan yang terjadi di dunia pada tahun 2030 mengajak untuk mempelajari
terlebih dahulu tentang isu global yang diperkirakan akan melanda dunia. Analisa
tentang manusia dan interaksinya dengan segala artefak budaya pada tahun 2030,
tidak lepas dari cara melihat dunia di tahun itu.
Pada tahun 2030 atau kurang
lebih 12 tahun lagi bila terhitung dari tahun sekarang, maka akan semakin
menyadarkan manusia tentang adanya masalah pada bencana alam, sumber daya alam
yang semakin habis, lahan yang semakin berkurang, mobilitas yang dituntut semakin
tinggi, komunikasi yang serba cepat dan instan, tingkat stress yang juga
tinggi, kebutuhan akan relaksasi atau hiburan yang ekstrim pun meningkat, dsb.
Kesadaran
akan kondisi alam yang kurang bersahabat pun mau tidak mau memaksa manusia
untuk berpikir solutif. Isu sumber daya alam yang semakin terbatas dan semakin habis sangatlah menjadi perhatian penting. Manusia dituntut untuk dapat menemukan dan menggunakan
material yang tahan lama, fleksibel, kuat, dan yang paling utama adalah ramah
lingkungan. Hal itu pun berpengaruh pada industri mebel.
Mesin 3d printer yang sekarang ini baru bisa mencetak artefak ukuran mungil. Bisa jadi kelak pada tahun 2030 kemampuan mesin ini berkembang pesat hingga membuatnya bisa mencetak dengan skala 1:1. Tidak hanya mencetak artefak, mungkinkah kelak bisa digunakan untuk mencetak robot? Who Knows?
(image source : https://www.amazon.co.uk/LulzBot-TAZ-Desktop-3D-Printer/dp/B01FU1OEVO, diakses tanggal 28 Mei 2018)
Kelak, Indonesia yang pada tahun 2030 menjadi kekuatan ekonomi ke lima di dunia, dapat memiliki akses untuk turut mengembangkan teknologi 3d printer. Mengingat Indonesia juga merupakan negara yang memiliki pangsa pasar yang luas. Selain itu, Indonesia dengan kekuatan sumber daya manusianya, semoga juga dapat menjadikan negara ini sebagai pusat-pusat dari pabrik 3d printer. Pabrik yang menguasai dari hulu sampai ke hilirnya.
Bisa jadi dengan
inovasi pada material, maka mebel 1:1 dengan mudahnya diproduksi lewat mesin
cetak 3D saja. Karenanya, dibalik segala masalah yang akan dihadapi pada tahun 2030
kelak, manusia akan memasuki suatu era baru yang membawa segala sesuatunya jadi
mudah, efektif, cepat, instan, sangat ramah lingkungan, safety first, dan bahkan bisa menghadirkan tingkat kenyamanan
seperti yang diharapkan.
Perkembangan
dunia pada tahun 2030, bila dikaitkan dengan dunia pendidikan, khususnya
pendidikan anak usia dini di Indonesia akan membawa perubahan yang sangat
kreatif dan progresif. Kemungkinan besar sekolah menjadi lingkungan yang sangat
interaktif, inovasi kurikulumnya membawa transformasi besar pada peran guru,
kurikulum yang dihasilkan pun lebih fokus pada kebutuhan masing – masing
siswanya, dan sekolah pun berkembang menjadi jaringan belajar dengan
pembelajaran yang bersifat kolaboratif.
Sebagai contohnya pada aspek perkembangan bahasa yang
menekankan pada minat dan budaya membaca pada anak usia dini. Di setiap ruang kelas terdapat area khusus tempat diletakkannya rak buku guna memancing kemauan dan minat membaca pada anak usia dini. Pengguna mebel rak buku tersebut tentunya adalah semua siswa dengan rentang usia tertentu.
Reading Corner di suatu ruang kelas (image source : Pinterest, 2018)
Masing - masing usia penggunanya memiliki standar antropometri yang berbeda-beda. Perbedaan gender pun turut berpengaruh. Siswa laki-laki dengan siswa perempuan memiliki postur dan antropometri yang juga berbeda. Belum lagi ada pengaruh dari faktor kesehatan, seperti misalnya tinggi badan, berat badan, dsb.
Berkaitan
dengan perkembangan yang terjadi pada tahun 2030, dengan semakin berkembang
pesatnya kemampuan cetak dari mesin printer 3D ditambah dengan adanya inovasi
pada material, bisa jadi kelak proses produksi mebel rak buku hanya tinggal
memasukkan gambar desain lalu memprogram data yang berkaitan dengan standar
dimensi anak, memprogram warnanya, kemudian tinggal menekan tombol cetak, maka
mebel rak buku skala 1:1 pun sudah bisa diproduksi.
Baiklah, ini baru sekelumit angan-angan atau imajinasi atau bayangan yang harapannya kelak dapat terwujud ya, khususnya bagi kemajuan negeri kita tercinta, Indonesia.
Komentar
Posting Komentar